Minggu, 11 Oktober 2015

Tugas 1 Artikel



Nama  : Andry Ardianto
Npm    : 102 13 967
Kelas   : 3 EA 24
Mata Kuliah   : Perilaku Konsumen #
Universitas Gunadarma
 
PENDAHULUAN
Perkembangan zaman menuntut keefisienan dan keefektifan dalam semua bidang. Keberadaan modernisasi yang tentu dipahami juga akibat desakan kekuatan kapitalis modern mendorong berdirinya pasar modern di tengah – tengah masyarakat Indonesia. Dalam jangka waktu singkat, para pelaku usaha ritel modern dengan kemampuan kapital yang luar biasa memanjakan konsumen dengan berbagai hal positif terkait kenyamanan saat berbelanja, keamanan, kemudahan, variasi produk yang kian beragam, kualitas produk yang makin meningkat, dan harga yang makin murah karena adanya persaingan.

Tetapi, meskipun kontribusi pasar modern terhadap pertumbuhan industri ritel di Indonesia menguntungkan konsumen, pertumbuhan ritel modern ternyata mendatangkan persoalan tersendiri berupa kian tersingkirnya hasil pertanian, perikanan, dan peternakan dalam negeri dari meja makan masyarakat Indonesia. Pasar modern memiliki standar kualitas yang tak mampu dipenuhi oleh hasil pertanian Indonesia, sehingga untuk kebutuhan pangan yang sebenarnya sudah ada di Indonesia, seperti daging, sayur, dan buah pun, harus didatangkan dari luar negeri agar mampu memenuhi standar kualitas mereka.

Pertumbuhan pasar modern terbukti membahayakan posisi pasar tradisional dan ritel-ritel tradisional lain di sekitarnya.. Sebagai akibat kebijakan Pemda yang mengijinkan pembangunan banyak pasar modern, menurut Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), sejak tahun 2004, delapan pasar di Jakarta tutup karena ditinggalkan pembelinya dan overhead cost cukup tinggi, yaitu pasar Blora, Cilincing, Cipinang Baru, Kramat Jaya, Muncang, Prumpung Tengah, Sinar Utara dan Karet Pedurenan. Pedagang yang menganggur diperkirakan sedikitnya mencapai 2.100 pedagang. Pedagang yang bertahan sampai saat ini mengalami penurunan omzet hingga 75 persen. Sedangkan pasar-pasar tradisional lain di wilayah Jakarta, tingkat huniannya hanya 40-60% serta ditinggalkan pembelinya. Catatan APPSI menyebutkan, dari keseluruhan 151 pasar tradisional di Jakarta, terdapat 51 pasar yang berdekatan dengan pasar modern dan yang berdekatan dengan hipermarket ada 45 pasar, dengan rata-rata radius kedekatan kurang dari 2,5 km. Contohnya pasar Mede dan Pasar Pondok Pinang, Pondok Indah berdekatan dengan Carrefour dan Giant Lebak Bulus. Di Cempaka Mas, Carrefour berdekatan dengan Pasar Cempaka Putih, Pasar Gembrong dan Pasar Sumur Batu. Di Depok, dalam radius lima kilometer dari terminal Depok terdapat tiga pasar tradisional (Pasar Kemiri Muka, Pasar Depok Jaya dan Pasar Lama) dan disekitar itu pula di bangun 5 pasar modern ( Margocity, Depok Town Square, Plaza Depok, Mall Depok, dan ITC Depok ).


PEMBAHASAN

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual dan pembeli secara langsung, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los, dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Seiring dengan perkembangan jaman, pasar mengalami perkembangan baik secara fisik (bangunan) dan non fisik (pelayanan). Pasar berkembang menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi karena faktor modernisasi. Istilah pasar tradisional dan pasar modern pun muncul kepermukaan. Keberadaan pasar yang kumuh, becek dan  sempit mulai terlupakan dengan kehadiran pasar modern di tengah – tengah masyarakat.

Pasar modern adalah pasar yang dikelola oleh manajemen modern, umumnya terdapat di perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen. Di pasar modern, penjual dan pembeli tidak bertransaksi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan, dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Pasar modern antara lain supermarket, mall, mini market, shopping centre, department store, dan sebagainya. Barang yang di jual memiliki  variasi jenis yang beragam dan mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena melalui penyeleksian terlebih dahulu secara ketat. Secara kuantitas, pasar modern umumnya mempunyai barang persediaan di gudang yang terukur. Dari segi harga, pasar modern memiliki label harga yang pasti ( tercantum harga sebelum dan setelah pajak). Pasar modern juga memberikan pelayanan yang baik dengan adanya alat pendingin udara. (jurnal pengkajian koperasi dan ukm, 2006).

Kelebihan dan Kekurangan Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak miliki secara langsung oleh pasar modern. Keunggulan yang dimiliki pasar tradisional  adalah lokasi yang strategis, area penjualan yang luas, keragaman barang yang lengkap, harga yang rendah, serta sistem tawar menawar yang menunjukkan sikap keakraban antara penjual dan pembeli. Pasar tradisional memiliki kelemahan yang sangat urgen ialah pada kumuh dankotornya lokasi pasar.

Kelebihan dan Kekurangan Pasar Modern

Kelebihan pasar modern dibanding pasar tradisional cukup jelas, mereka memiliki banyak keunggulan yaitu nyaman, bersih serta terjamin. Dan tiga hal tersebut yang membuat para konsumen mau membeli ke pasar modern. Terdapat AC, bersih, nyaman mempunyai peranan penting bagi pasar modern, dan ketiga komponen tadi menjadi andalan dari pasar modern dan hal tersebut tidak dimiliki oleh pasar tradisional. Bahkan apabila kita melihat,tidak ada kelemahan dari pasar modern ini. Mungkin kelemahannya hanya di praktik jualbelinya dimana konsumen tidak bisa menawar harga barang yang hendak dibelinya.

Kondisi Pasar Tradisional

Saat ini ada lebih dari 13.000 pasar tradisional di Indonesia. Disana berkumpul lebih dari 12,6 juta pedagang setiap harinya. Jika setiap pedagang memiliki empat anggota keluarga, maka ada sekitar 50 juta orang terkait pasar tradisional. Itu belum termasuk pemasok dan konsumen yang bertransaksi di pasar tradisional itu. Umumnya pasar tradisional dikunjungi oleh konsumen golongan menengah ke bawah. Berbeda dengan supermarket, kebanyakan pasar tradisional merupakan milik pemda. Pemda di Indonesia umumnya memiliki Dinas Pasar yang menangani dan mengelola pasar tradisional. Dinas ini mengelola pasar miliknya sendiri atau bekerja sama dengan swasta.

Sudah menjadi kebiasaan bagi Dinas Pasar untuk menentukan target penerimaan tahunan untuk setiap pengelola pasar, yang lazimnya meningkat setiap tahun. Kegagalan untuk memenuhi target umumnya berdampak pada pergantian kepala pengelola pasar. Karena itu, tidaklah mengherankan bila didapati banyak kepala pasar yang lebih mencurahkan perhatian pada tugas untuk memenuhi target pemungutan retribusi daripada upaya pengelolaan pasar dengan baik.

Pembenahan pasar tradisional perlu dilakukan, seperti yang telah dilakukan oleh Pemerintah Thailand. Pasar sehat telah diluncurkan oleh Menteri Kesehatan Masyarakat Thailand bekerjasama dengan swasta sejak tahun 2002. Dengan tujuan memberi kewenangan kepada pihak swasta dalam hal ini badan pengembangan kota metropolitan Bangkok membangun secara bertahap ribuan pasar tradisional menjadi pasar yang sehat. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan kualitas pasar sesuai dengan undang-undang kesehatan. Berdasarkan standar dari Departemen Kesehatan Thailand, pasar sehat mempunyai tiga kelompok indikator yaitu: lingkungan sehat, makanan yang aman dan perlindungan konsumen. Dan pada tahun 2004, 75 % pasar di Kota Bangkok telah memenuhi syarat sebagai pasar sehat ( 1.138 dari 1.505 pasar).

Kondisi Pasar Modern

Dimulai pada era 90-an, pertumbuhan pasar modern berkembang pesat. Bahkan berkembang semakin tidak terkendali pada 2000-an. Pasar modern tidak hanya merambah masyarakat berpendapatan menengah ke atas. Mereka kini mulai ekspansi ke masyarakat kelas menengah ke bawah. Kondisi ini mengakibatkan ruang bersaing pedagang pasar tradisional terus menyempit.

Pasar modern didirikan di tempat-tempat strategis di tengah kota, di dekat pasar tradisional atau bahkan menempel pasar tradisional, serta memberikan berbagai fasilitas kemudahan dan kenyamanan dalam berbelanja bagi para pembelinya. Pasar modern memberikan nilai lebih bagi pembeli, tak hanya mendapatkan barang kebutuhan, melainkan juga menciptakan kebutuhan itu sendiri, melalui konsep wisata belanja dan prestise sebagai trademark. Apalagi kini pengecer modern sudah mampu menyaingi harga pasar tradisional yang sebelumnya dikenal murah. Akses langsung terhadap produsen dapat menurunkan harga pokok penjualan, sehingga pasar modern mampu menawarkan harga yang lebih rendah. Sebaliknya, pedagang pasar tradisional dengan skala kecil dan mata rantai pemasaran yang panjang.

Kemampuan menarik konsumen tersebut, dalam perkembangannya telah menjadi kekuatan sendiri bagi para pelaku usaha ritel modern. Pemasok menjadi sangat tergantung kepadanya. Sehingga para peritel modern membuat banyak persyaratan perdagangan yang terkesan dipaksakan (Lampiran I). Karena posisi pemasok lemah, maka mereka tidak memiliki kemampuan untuk menolak. Dalam perpektif persaingan usaha, selama persyaratan perdagangan diberlakukan sama terhadap semua pelaku usaha pemasok (tidak diskriminatif), tidak berdampak terhadap pelaku usaha ritel modern pesaing yang dipasok, dan tidak mengganggu mekanisme pasar (mendistorsi pasar) secara keseluruhan, maka persyaratan perdagangan tidak bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 tahun 1999. Dari gambaran ini, maka sekali lagi tampak bahwa permasalahan hubungan pemasok-ritel modern lebih menyangkut kepada munculnya ketidaksebandingan posisi tawar antara pemasok dan peritel modern.

Kondisi yang kompleks akibat ritel modern ini, sesungguhnya telah terjadi di berbagai Negara dunia. Dan mereka memilih pendekatan perlindungan dan pemberdayaan usaha kecil ritel. Misalnya Thailand yang memberlakukan undang-undang ritel Royal Decree for Retail Act yang berisi aturan zona, jam buka, harga barang, dan jenis ritel. Thailand memberlakukan UU ini setelah berlangsung lima tahun, para pengusaha hipermarket di negara Gajah Putih itu mengklaim bahwa bisnisnya berhasil memberikan lapangan kerja bagi masyarakat setempat mencapai sedikitnya 20.000 orang tenaga kerja. Tetapi pada periode yang sama, sebanyak 20 pasar tradisional yang ada di Bangkok dan sekitarnya hanya tersisa dua gerai karena nasibnya sama dengan sejumlah usaha ritel kecil, menengah dan koperasi yang tergilas oleh ritel raksasa, dan pengangguran yang ditimbulkan mencapai 300.000 orang.





Kesimpulan
Keberadaan pasar modern berpengaruh positif bagi konsumen dan memberikan sumbangan yang cukup besar bagi PDB. Namun, perkembangan pasar modern saat ini berpengaruh negatif terhadap eksistensi pasar tradisional dan pemasok mikro, dengan mengambil alih pelanggan pasar tradisional dan mengeksploitasi pemasok, yang mengakibatkan penumpukan kapital pada golongan ekonomi menengah keatas, sehingga pemerataan ekonomi tidak tercapai. Dalam jangka panjang, penguasaan pasar modern yang berasal dari investasi asing juga akan merugikan neraca pembayaran Indonesia.

Untuk mempertahankan eksistensi dan meningkatkan potensi pasar tradisional sebagai penggerak ekonomi rakyat kecil, diperlukan sebuah model pengembangan pasar tradisional, dimana pemerintah berperan sebagai pengatur alokasi peran para stakeholders dan penyusun regulasi. Regulasi mengenai pasar tradisional dan pasar modern harus mengatur tentang pembagian zona usaha, jam buka, harga barang, dan jenis retailer. Strategi yang dapat digunakan untuk mengatur harga barang yaitu dengan melakukan pembedaan produk dan harga, serta melalui peraturan perpajakan dan pengelolaan retribusi yang efisien. Disamping itu juga diperlukan sumber daya manusia pengelola pasar tradisional yang bermanajemen modern namun tetap mempertahankan cita rasa khas pasar tradisional.








DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Special Content